Ada capaian istimewa di awal tahun 2024 yang berhasil diraih Universitas Nasional. Pertama, UNAS berhasil meraik predikat akreditasi institusi Unggul pada tahun 2023. Kedua, awal tahun 2024 ini, UNAS berhasil mengukuhkan sepuluh Guru Besar.
Acara Pengukuhan sepuluh Guru Besar digelar melalui Sidang Terbuka Majelis Guru Besar Universitas Nasional pada Selasa dan Rabu (9-10/01/2024) di Auditorium Cyber Kampus UNAS Pejaten, Jakarta Selatan.
Hal ini disampaikan oleh Rektor UNAS, Dr. El Amry Bermawi Putera, M.A. dalam sambutannya. “Tahun 2023 merupakan tahun yang sangat istimewa bagi UNAS. Di samping UNAS meraih predikat akreditasi institusi Unggul, UNAS juga telah berhasil melahirkan 11 Guru Besar dari berbagai disiplin ilmu berdasarkan Surat Keputusan Mendikbudristek Republik Indonesia,” kata Rektor UNAS, Dr. El Amry Bermawi Putera, M.A.
Disampaikan, pengukuhan Guru Besar UNAS dilaksanakan selama dua hari berturut-turut. Sebanyak lima Guru Besar dikukuhkan pada Selasa, 9 Januari 2024, lima Guru Besar dikukuhkan Rabu, 10 Januari 2024, dan satu Guru Besar lagi akan dikukuhkan pada kesempatan yang lain.
“Dengan penambahan Guru Besar tersebut, saat ini jumlah Guru Besar tetap sebanyak 26 orang atau 16% dari total dosen tetap. Keberhasilan ini merupakan prestasi dan capaian yang luar biasa dan membanggakan,serta menorehkan rekor dan sejarah baru dalam perjalanan kampus yang kita cintai bersama,” kata Rektor.
Dalam sambutannya itu, Rektor juga menyampaikan bahwa pengembangan sumber daya manusia, dalam hal ini dosen, baik dari aspek jenjang pendidikan maupun jabatan fungsional, merupakan tuntutan dan sekaligus kewajiban.
“Oleh karenanya, bagi UNAS, program pengembangan dosen merupakan program penting dan prioritas yang harus direncanakan secara sistematis dan terukur, serta ditopang oleh tata kelola manajemen perguruan tinggi yang profesional, transparan, dan akuntabel. Pencapaian hari ini merupakan hasil dari perencanaan yang matang, serta investasi yang kami lakukan sejak 10 tahun lalu. Di bidang akademik,” ucapnya.
Dalam rangkaian ini, UNAS telah menjalin kerjasama dengan kampus-kampus terkemuka di dalam dan luar negeri, seperti: Universitas Hasanuddin Makassar, Universitas Padjadjaran Bandung, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto, Universiti Teknikal Malaysia Melaka (UTeM), dan Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM).
“UNAS memberikan kesempatan beasiswa doktoral bagi dosen-dosen muda dan potensial untuk menempuh program doktoral sesuai dengan disiplin ilmunya. Dan hasilnya, lebih dari 100 orang yang berhasil menempuh jenjang pendidikan Doktor selama 10 tahun terakhir,” kata Rektor UNAS
Selain itu, UNAS juga memberikan dana hibah di bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat bagi para dosen, yang besaran nilainya disesuaikan dengan skema, serta insentif untuk Publikasi Ilmiah sesuai dengan tingkat akreditasi jurnal.
“Kesempatan dan kemudahan ini tentu untuk mendorong para dosen lebih gigih dalam aktifitas Tri Dharma perguruan tinggi sebagai persyaratan dalam menempuh jenjang jabatan fungsional,” kata Rektor UNAS.
Kesepuluh Guru Besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. Drs. Adjat Daradjat, M.Si., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Administrasi Publik; Prof. Dr. Arrisman, SH., MH., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Hukum; Prof. Dr. Retno Widowati, M.Si., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Biologi; Prof. Kumba Digdowiseiso, SE., M.App.Ec., Ph.D sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan; dan Prof. Dr. Aris Munandar, M.Si sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Sosiologi.
Kemudian, dikukuhkan pula Prof. Rumainur, SH., MH., Ph.D. sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Hukum; Prof. Dr. Sri Endarti Rahayu, M.Si sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Biologi; Prof. Dr. Suryono Efendi, SE., MM., MBA., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Manajemen; Prof. Dr. Irma Setyowati, SE., MM., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Manajemen; Prof. Dr. AF. Sigit Rochadi, M.Si., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Sosiologi); dan Prof. Dr. Dra. Lely Arrianie, M.Si., sebagai Guru Besar di Bidang Komunikasi Politik.
Orasi Ilmiah Guru Besar
Dalam acara pengukuhan, disampaikan pula orasi ilmiah dari para Guru Besar. Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Dr. Drs. Adjat Daradjat, M.Si., CHRM menyampaikan kajian tentang optimalisasi Good Governance di sektor ketenagakerjaan sebagai salah satu tantangan pembangunan.
Dalam kajian tersebut, dinyatakan adanya 10 Tantangan Pembangunan Negara Berkembang (Development Country).
Kesepuluh tantangan tersebut meliputi: globalisasi ekonomi, pengangguran, tanggung jawab sosial, pelestarian lingkungan hidup, peningkatan mutu hidup, penerapan norma-moral–etika, keanekaragaman segmen tenaga kerja, konfigurasi demograsi, penguasaan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi, serta perkembangan politik.
Dalam orasinya, Prof. Dr. Drs. Adjat Daradjat, M.Si., menyampaikan fungsi Administrasi Negara dalam pembangunan ketenagakerjaan. Diantaranya adalah optimalisasi peran sektor-sektor yang sudah terlibat dalam ketenagakerjaan, memperluas keterlibatan stake holder, yang belum terlibat, share and strategic vision, optimalisasi & efektivitas desentralisasi urusan ketenagakerjaan, reposisi peran & kedudukan sumber daya manusia dalam pembangunan, transparansi pelayanan ketenagakerjaan (input–proses–output), keadilan (equity) dalam pelayanan ketenagakerjaan, optimalisasi social accountability dari para pelaku pelayanan ketenagakerjaan dan law enforcement.
Selanjutnya, Prof. Dr. Arrisman, S.H., M.H. dalam pengukuhan Guru Besar menyampaikan orasi ilmiah berjudul Pengajuan Permohonan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia.
Dalam orasi ilmiahnya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hukum, Prof. Arrisman menyoroti UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU yang tidak mengatur tentang moratorium dan batas minimal nilai utang untuk moratorium. Menurutnya, sebaiknya ada pengaturan terkait masalah moratorium dan batas minimal nilai utang untuk moratorium.
Hal ini sudah dilakukan beberapa negara yang menaikkan threshold Utang dan moratorium semasa terdampak Covid-19. Diantaranya adalah Australia dari $ 2000 menjadi 20.000 dan moratorium berakhir 31 Desember 2020, dan India dari INR 100.000 menjadi INR 10.000.000.
Prof. Dr. Retno Widowati, M.Si., dalam orasi ilmiahnya di Bidang Ilmu Biologi mengangkat judul Lebah dan Madu: Dari Hulu di Bidang Biologi Menuju Hilir di Bidang Kesehatan. Prof. Retno yang juga dikenal sebagai ahli lebah di Indonesia ini menyampaikan bahwa hulu dari risetnya adalah penelitian lebah dan madu di bidang Biologi yang bermula dari pohon sarang.
Kemudian, pada tahap transisi adalah madu dalam Penelitian Biologi dan kesehatan di Laboratorium dimana madu sebagai bahan antibakterial. Dari penelitian itu ditemukan bahwa madu bisa digunakan untuk menekan pertumbuhan sel kanker.
Hilir dari penelitian adalah implementasi madu di bidang kesehatan untuk remaja putri, ibu hamil dan balita. Pada bagian penutup penelitian itu, Prof. Retno menyatakan bahwa mempertahankan kelestarian pohon-pohon sarang beserta lingkungan mikro dan makro, menyediakan sumber-sumber nektar dan serbuk sari alami adalah usaha yang dapat dilakukan untuk keberadaan lebah di alam.
Kemudian, memanfaatkan madu perlu waktu untuk menilai keberhasilan manfaatnya. Untuk itu perlu ketelatenan dalam jangka waktu tertentu dan tidak instan dalam menggunakan madu untuk kesehatan. Penelitian ilmiah untuk menggali madu lokal Indonesia untuk berbagai manfaat kesehatan masih terus dilakukan hingga mendapatkan madu-madu unggulan setiap daerah ataupun madu unggulan Indonesia.
Selanjutnya, orasi ilmiah Prof. Dr. Aris Munandar, M.Si., sebagai Guru Besar Sosiologi mengambil judul Agama dan Transformasi Sosial: Membangun Keadilan Multikultural. Dalam orasinya, Prof. Aris Munandar menyoroti tentang perkembangan demokrasi di Indonesia.
Dinyatakan bahwa dalam kasus Indonesia, Islam menjadi elemen yang mendorong munculnya nasionalisme Indonesia. Pada saat yang sama, Islam juga mampu mereduksi sentimen etnis untuk menumbuhkan loyalitas kepada entitas yang lebih tinggi. Dalam banyak kasus, konflik sosial dan ekstrimisme yang berlangsung di dalam masyarakat, merupakan implikasi dari ketidakhadiran negara sebagai regulator yang adil melalui mekanisme kebijakan yang inklusif.
Sebagai bagian dari transformasi, perdamaian bukan semata-mata tidak adanya kekerasan atau kekerasan terang-terangan (overt violence), tetapi juga mencakup wujud keadilan sosial, ekonomi, dan politik.
Tujuan transformasi konflik adalah mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. Konsep transformasi konflik tidak bermaksud mengakhiri konflik an sich, tetapi mewujudkan keadilan melalui perubahan struktur yang mendalam.
Adapun Prof. Kumba Digdowiseiso, Ph.D., sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan, menyampaikan orasi ilmiah berjudul Mapping the Research on Fiscal Decentralization: A Bibliometric Analysis and Meta-Analysis Approach.
Dalam statementnya Profesor yang juga dikenal sebagai ahli ekonomi pembangunan, menyampaikan bahwa blibliometrik adalah sebuah metode analisis statistik artikel atau kutipan yang telah terbit serta digunakan untuk mengukur dampaknya.
Ia menambahkan, “karena kurangnya penelitian yang meneliti perkembangannya desentralisasi fiskal dalam rentang empat dekade yang membuatnya untuk melakukan penelitian,” ujarnya (REZ).